Maraknya kasus bus Transjakarta yang terbakar membuat keprihatinan berbagai stakeholder yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Compressed Natural Gas (CNG). Mereka lantas membuat kajian guna mencari pemecahan masalah terbakarnya busway yang terus berulang tersebut. Hasilnya, dipastikan kebakaran pada bus Transjakarta bukan disebabkan karena Bahan Bakar Gas (BBG), melainkan disebabkan oleh faktor lain.
Thomas Nurhakim, Direktur Utama PT. Autogas Indonesia mengatakan seringnya busway terbakar karena disebabkan oleh sistem kelistrikan bus dan juga diakibatkan karena gesekan saat bus melaju. Saat ditanya bagaimana mencegah terbakarnya busway? Dia mengatakan dapat dilakukan dengan perawatan yang baik dan menggunakan komponen elektrikal bermutu tinggi.
Selain itu, juga perlu digunakan sistem pendeteksi kebakaran dan pemadaman kebakaran otomatis dan manual yang juga andal di dalam busway Jadi, tegasnya juga, tidak setiap kendaraan yang menggunakan BBG itu sering terbakar. Namun bus atau kendaraan lain yang menggunakan bahan bakar lain seperti solar juga bisa terbakar. ”Jadi yang harus dilakukan adalah maintenance dan perawatan intensif,” tegasnya.
Apalgi, gas alam memiliki hasil pembakaran yang lebih bersih dibandingkan dengan BBM. Karena rantai karbon bahan bakar gas lebih pendek dibandingkan yang dihasilkan BBM. Angka oktan yang lebih tinggi yaitu sekitar 120-130, dan emisi CO2 yang lebih rendah jika dibandingkan dengan BBM membuat BBG sangat ramah lingkungan. Karena itu setiap kendaraan pengguna gas methana ini dapat dikatakan green vehicle.
Data yang dihimpun koran ini, insiden terbakarnya busway pengguna BBG yang terjadi sejak 2014 lalu berjumlah 18 unit. Artinya setiap bulan terjadu insiden satu kebakaran bus Transjakarta pengguna BBG.
Sementara itu, Robbi R. Sukardi, Ketua Umum APCNGI mengatakan, BBG CNG aman bagi kendaraan dan lingkungan. Saat ini, tabung penampung BBG yang dipasang pada kendaraan memang menjadi kekhawatiran bila melihat seringnya busway terbakar. padahal tabung penampung BBG sangat aman. Tabung itu sudah dipabrikasi khusus menurut standar mutu yang dapat menahan benturan keras, juga kondisi cuaca yang ekstrem sekalipun.
Bambang, salah satu petinggi Bus Zongthong mengatakan, terbakarnya bus tidak ada kaitannya dengan bahan bakar gas. Dia mengatakan, di satu sisi permintaan masyarakat untuk naik bus BBG meningkat tapi busnya sangat sedikit. Belum lagi lokasi pengisian SPBG yang juga masih sangat sedikit di Ibu Kota. ”Jadi kita mendesak Pertamina untuk membuat lebih banyak lagi SPBG,” terangnya.
Dia juga mengatakan, sebaliknya jika busway kembali menggunakan solar maka akan mengalami kemunduran. Apalagi, Indonesia kaya akan gas alam. Senior Executive Officer Marketing, PT. Hino Motors Sales Indonesia, Irwan D. Sutanto meminta pemerintah mendukung APCNGI. Dia juga mengatakan, Hino juga sudah siap memproduksi kendaraan yang menggunakan CNG. Dia juga mengklaim kendaraan BBG malah lebih aman secara total.
”Pendistribusian BBG saat ini masih belum optimal. Kita membutuhkan positif atitude dan kendaraan berbahan bakar gas harus didorong penggunaannya,” katanya. Menurut Robbi bahwa penggunaan kendaraan diesel tidak ramah lingkungan dan harus dikurangi seiring penggunaan BBG.
Sumber
Thomas Nurhakim, Direktur Utama PT. Autogas Indonesia mengatakan seringnya busway terbakar karena disebabkan oleh sistem kelistrikan bus dan juga diakibatkan karena gesekan saat bus melaju. Saat ditanya bagaimana mencegah terbakarnya busway? Dia mengatakan dapat dilakukan dengan perawatan yang baik dan menggunakan komponen elektrikal bermutu tinggi.
Selain itu, juga perlu digunakan sistem pendeteksi kebakaran dan pemadaman kebakaran otomatis dan manual yang juga andal di dalam busway Jadi, tegasnya juga, tidak setiap kendaraan yang menggunakan BBG itu sering terbakar. Namun bus atau kendaraan lain yang menggunakan bahan bakar lain seperti solar juga bisa terbakar. ”Jadi yang harus dilakukan adalah maintenance dan perawatan intensif,” tegasnya.
Apalgi, gas alam memiliki hasil pembakaran yang lebih bersih dibandingkan dengan BBM. Karena rantai karbon bahan bakar gas lebih pendek dibandingkan yang dihasilkan BBM. Angka oktan yang lebih tinggi yaitu sekitar 120-130, dan emisi CO2 yang lebih rendah jika dibandingkan dengan BBM membuat BBG sangat ramah lingkungan. Karena itu setiap kendaraan pengguna gas methana ini dapat dikatakan green vehicle.
Data yang dihimpun koran ini, insiden terbakarnya busway pengguna BBG yang terjadi sejak 2014 lalu berjumlah 18 unit. Artinya setiap bulan terjadu insiden satu kebakaran bus Transjakarta pengguna BBG.
Sementara itu, Robbi R. Sukardi, Ketua Umum APCNGI mengatakan, BBG CNG aman bagi kendaraan dan lingkungan. Saat ini, tabung penampung BBG yang dipasang pada kendaraan memang menjadi kekhawatiran bila melihat seringnya busway terbakar. padahal tabung penampung BBG sangat aman. Tabung itu sudah dipabrikasi khusus menurut standar mutu yang dapat menahan benturan keras, juga kondisi cuaca yang ekstrem sekalipun.
Bambang, salah satu petinggi Bus Zongthong mengatakan, terbakarnya bus tidak ada kaitannya dengan bahan bakar gas. Dia mengatakan, di satu sisi permintaan masyarakat untuk naik bus BBG meningkat tapi busnya sangat sedikit. Belum lagi lokasi pengisian SPBG yang juga masih sangat sedikit di Ibu Kota. ”Jadi kita mendesak Pertamina untuk membuat lebih banyak lagi SPBG,” terangnya.
Dia juga mengatakan, sebaliknya jika busway kembali menggunakan solar maka akan mengalami kemunduran. Apalagi, Indonesia kaya akan gas alam. Senior Executive Officer Marketing, PT. Hino Motors Sales Indonesia, Irwan D. Sutanto meminta pemerintah mendukung APCNGI. Dia juga mengatakan, Hino juga sudah siap memproduksi kendaraan yang menggunakan CNG. Dia juga mengklaim kendaraan BBG malah lebih aman secara total.
”Pendistribusian BBG saat ini masih belum optimal. Kita membutuhkan positif atitude dan kendaraan berbahan bakar gas harus didorong penggunaannya,” katanya. Menurut Robbi bahwa penggunaan kendaraan diesel tidak ramah lingkungan dan harus dikurangi seiring penggunaan BBG.
Sumber
No comments:
Post a Comment